“CINTAKU DALAM KAIDAH MATEMATIKA”
Ketertarikan ini benar-benar tak dapat diinterpretasikan. Setiap
yang berhubungan denganmu jadi serba kalkulatif. Hingga dirimu telah menjadi
bagian dari perhitungan matematika yang rumit. Kau tiba-tiba menjadi figure
‘implikasi’ yang mendefinisikan suatu pernyataan ‘jika-maka’,
Ø Jika kau adalah bilangan berpangkat, maka aku adalah akar
pangkat. Karena akar pangkat selalu bisa menjadi pemungkin bagi bilangan
berpangkat.
Ø Jika kau adalah bilangan matriks, maka aku adalah dua kurung
matriks. Karena bilangan matriks tak mampu beraktivasi tanpa adanya dua buah
kurung itu.
Tapi ketika semuanya serba rumit, kau datang, dan segalanya
menjadi semakin sulit. Yah, semakin sulit. Karena aku semakin sulit menentukan
sikap. Kau membuat setiap perhitungan serba kacau. Seandainya hatiku adalah
sebuah bola, maka cintaku adalah diameternya. Dan kau adalah volumenya. Hatiku terasa
semakin terisi, semakin penuh, semakin sesak, dan diameternya semakin memanjang
karena keberadaanmu.
Selanjutnya kau menjelma menjadi semacam sudut-sudut
trigonometri berupa ‘sin’, ‘cos’ dan ‘tan’, atau sebaliknya berupa ‘sec’,
‘cosec’, dan ‘cotan’, yang sulit diperhitungkan meskipun kau adalah sudut
istimewa yang selalu bernilai positif karena berada pada nilai perbandingan
trigonometri kuadran I.
Ah, karenamu. Aku jadi tahu mengapa cinta itu sulit dirumuskan
dalam ilmu matematika, rumit diintegralkan dan diturunkan, dan ia satu-satunya
nilai yang mampu menembus arogansi limit karena nilainya tak pernah rill sehingga
selalu menghasilkan nilai tak hingga meski disubtitusikan dalam bentuk apapun.
“…Untuk seseorang
yang belum ada wujudnya, tapi eksistensi ruhnya telah diciptakan untukku sejak
zaman azali…”
2011